10

Lexi dan Akil masih sama-sama duduk di kuris masing-masing. Keduanya masih memegang handphone yang sama-sama masih menampilkan room chat merek berdua.

“Ya ampun, Sorry ya Mas Akil...”

“Saya yang sorry. Padahal Mba Lexi Whatsappnya pake foto profile tapi saya ga ngeuh.” Jawab Akil yang saat ini mengubah posisi duduknya, menghadap Lexi yang berada di sebelah kirinya.

Keduanya kembali diam, Lexi yang memang sangat payah perihal basa-basi dengan orang baru. Sedangkan di sisi lain Akil juga terlihat sama canggungnya.

“Mas Akil ini temen kuliahnya Rama, ya?” tanya Lexi, berusaha mencari topik pembicaraan yang entah terdengar terlalu kepo atau aneh. Pokonya ia tidak mau suasana canggung ini terus berlanjut.

“Bukan, saya temen SMA-nya Rama.” jawab Akil yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Lexi.

“Kalo Mba Lexi?” tanya Akil.

“Saya? saya kenapa?” tanya Lexi sambil menunjuk dirinya sendiri

Akil menyungingkan senyum dibibirnya yang menyebabkan mata sipitnya jadi berubah bentuk menyerupai bulan sabit, “Mba Lexi kenal Rama dari mana?”

“ohh—” Lexi tertawa canggung, merasa bodoh dengan pertanyaannya barusan,

”—kenal Rama karena dikenalin temen beberapa taun lalu. Terus suka main barengnya juga, dan sekarang diajak kerja bareng.” Jawab Lexi.


Akil sudah pergi beberapa menit yang lalu, setelah Lexi menandatangani Novel yang lelaki itu bawa dan juga menulis sedikit pesan untuk adik perempuan Akil yang katanya sedang berulang tahun.

Kepergian Akil membuat Lexi kembali duduk sendirian lagi. Perempuan itu kembali memainka handphonenya, membuka beberapa media sosial untuk membuang waktu selama menunggu Gita— sahabatnya yang masih belum kunjung datang. Di pesan terakhir yang Gita kirim, katanya ia akan segera memberi kabar jika sudah selesai menemani mamanya membeli tanaman di salah satu pasar tanaman terkenal di Kota Bandung. Mungkin jika jalanan tidak terlalu macet, Gita bisa sampai dari 15 menit yang lalu. Tapi karena hari ini adalah hari sabtu, tentu jalanan Kota Bandung menjadi lebih padat dari pada hari biasanya. Jadi, mau tidak mau Lexi harus sabar menunggu sedikit lebih lama.

Tepat ketika jam di handphone Lexi menunjukan pukul 15.55, Gita datang dengan muka yang terlihat kusut, rambut coklat panjangnya ia ikat asal-asalan yang membuat beberapa helai rambut terjatuh dikedua sisi wajahnya.

“Demi tuhan, Bandung kenapa macet banget! Berasa nyetir di Jakarta tau gak!” Gita mendudukan badannya di kursi yang berada di depan Lexi.

“Namanya juga weekend, sore lagi. Gue udah melempem tau ga nungguin lo!”

“Sorry,” Gita melengkungkan bibirnya kebawah.

“Tadi lo jadi kan ketemuan?” Tanya Gita

“Jadi kok. Bentar doang sih, ga nyampe 20 menit.” jawab Lexi sambil mengaduk es kopi yang tinggal tersisa setengahnya.

“Bentar amat?” Gita mengerutkan keningnya, heran.

“Cuman minta tanda tangan buat buku, terus ngobrol basa-basi dikit. Abis itu orangnya langsung cabut.” jelas Lexi yang dibalas Gita dengan anggukan kepala sambil ber'oh' ria.

Setelahnya, kedua sahabat itu kembali melanjutkan obrolan mereka. Mulai dari curhatan Gita, gossip tentang artis lokal sampai artis luar negri yang saat ini tengah naik daun, hingga tanpa mereka sadari, matahari mulai meninggalkan langit Kota Bandung dan memberikan tempatnya untuk bulan. Memberi bulan kesempatan untuk menyinarkan cahayanya di langit malam yang gelap itu.