***

Duduk berkumpul di satu meja yang sama dengan gelas kopi dan beberapa puntung rokok yang telah memenuhi asbak kembali membuat keempat lelaki yang sadar kalau saat ini mereka bukan lagi remaja atau mahasiswa usia 20an, mereka bukan lagi mahasiswa yang tengah dilanda pusing akibat skripsi yang tak kunjung selesai atau rapat organisasi yang rasanya tidak pernah habis.

Pertemanan keempatnya dimulai sejak masing-masing dari mereka tergabung pada satu himpunan jurusan mahasiswa yang sama. Tama, Lelaki dengan tinggi 171cm yang membuatnya tetap terlihat awet muda padahal umur 20 tahun telah ia lewati lebih dari 10 tahu lalu. Tama adalah yang paling tua, lalu di susul oleh Jovan. Berbanding terbalik dengan Tama, Jovan memiliki tinggi badan lebih dari 180cm, badan tinggi dan tegap lelaki itu masih sama gagahnya seperti dulu saat ia menjabat sebagai ketua himpunan di jurusan mereka. Lalu orang ketiga yang saat ini duduk persis di hadapan Jovan ialah Bagas. Lelaki jangkung dengan rambut coklat yang ia miliki sejak lahir sering kali membuat beberapa orang percaya bahwa ia memiliki darah campuran, padahal kedua orangtuanya asli orang padang. Dan yang terakhir adalah si bungsu dalam pertemanan ini, namanya Razan. Razan sebenarnya adalah adik tingkat Tama, Jovan, dan Bagas, tetapi karena Razan kerap kali ikut nongkrong dengan Bagas yang merupakan kaka sepupunya, jadilah hingga saat ini ia masih menjadi salah satu orang yang wajib hadir jika mereka akan berkumpul di akhir pekan, sekedar hanya untuk update kehidupan di umur yang bukan lagi remaja ini.

Batang rokok kedua yang baru saja Jovan nyalakan menjadi penutup ceritanya kepada ketiga temannya yang saat ini secara berbarengan sama-sama menghirup nikotin yang segera memenuhi paru-paru mereka. Tama adalah orang pertama yang membuka suaranya, memberikan respon pada cerita Jovan barusan.

“Emang ini pertama kalinya anak lo bahas lagi tentang ibunya?” tanya Tama.

“Seinget gue sih iya.” Jovan mengetuk pelan ujung rokoknya ke sisi asbak.

“Untung dia nanyanya lewat chat, kalo nanya langsung, wah bingung gua harus bereaksi kaya apa,” lanjut Jovan sambil menggelengkan kepalanya.

“Eh tapi serius Jov, anak lo ga pernah nanyain atau bahas ibunya? dari dulu?”

Pertanyaan Razan mengundang satu lagi gelengan pelan dari kepala Jovan. “Engga sih, mungkin karena dia udah kebiasa cuman berdua doang sama gua, dan anaknya juga ga penasaran, jadi ya dia ga pernah nanya.”

Bagas yang sedari tadi masih menjadi penyimak ketiga temannya itu akhirnya membuka suara. “Yang gue penasaran sih Jov, itu cewe yang lo ajak bareng ke sekolahnya Nasya tuh siapa?”