***

“Kamu kenapa? sakit?” Ambar menyentuh kening Jovan dengan telapak tangannya.

Bukan tanpa alasan Ambar tiba-tiba se-khawatir itu, tapi wajah Jovan yang sedikit pucat dan mata yang kelihatan lelah menjadi sambutan pertama yang Ambar dapatkan ketika pintu rumah di depannya terbuka.

Jovan menggeleng dengan senyum yang terlihat ia paksakan hadir di wajahnya. “Engga, aku ga sakit kok.”

“Nasya dimana? makan sekarang aja yuk mumpung bebeknya masih anget.” Ambar membuka plastik putih yang ia taruh di atas meja makan.

“Nasya di kamar.” Jovan duduk di salah satu kursi meja makan. Tangan kirinya yang ada di atas meja ia gunakan untuk memijat pelan keningnya.

Hey, are you okey?” Ambar menghampiri Jovan, ia mengusap lembut bahu Jovan yang masih terbalut kemeja kerjanya.

Jovan menarik Ambar—membuat perempuan itu semakin mendekat ke arahnya. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Ambar, mendekapnya erat. “Nasya di hubungin lagi sama Mami nya.” ucap Jovan dengan suara yang amat pelan—hampir terdengar seperti bisikan.

Ada hening cukup lama di antara mereka berdua. Jovan yang masih mendekap Ambar semakin erat, dan Ambar yang terus-terusan memberi usapan lembut di punggung dan bahu lelaki itu.

“Aku takut, Ambar.” Jovan kembali bicara dengan suara yang sama pelannya.

“Aku takut Nasya ngerasain sakit lagi.”