***

Sepanjanga hidupnya, Nasya hanya kenal satu orang di dunia ini yang menjadikan matcha sebagai pilihan rasa minuman atau makanan penutup favorit. Dan orang itu adalah Kala. Tapi, hitungan itu berubah karena sekarang ada sepotong matcha cheese cake di atas meja yang ia tempati bersama Ambar sejak 1 jam lalu.

“Does it taste like a grass?” Nasya mengerutkan dahi dan hidungnya ketika melihat Ambar memotong ujung cheese cake berwarna hijau itu.

“I don't know, I never eat grass.” Ambar ikut mengerutkan dahi dan hidungnya,

“But matcha smell like it.”

“Matcha tuh rasanya pas, gak terlalu manis dan ga bikin eneg.” Ambar menyuap potongan kecil cheese cake dari sendok kecil yang ia pegang.

“Rasa sedikit pait yang muncul di akhirnya itu yang bikin dia cocok buat orang yang ga gitu suka manis kaya aku,” lanjutnya.

“Kala ngomong persis kaya gitu!” Nasya membuka matanya lebih lebar, tanda ia terkejut dengan kalimat yang benar-benar pernah ia dengar sebelumnya.

“Because I said the fact!” Ambar mengangkat kedua bahunya.

“Tapi one day aku mau deh nyoba suka matcha. I mean, aku ngerasa kalo aku terlalu basic karena beli minuman atau dessert apapun selalu milih rasa coklat.” Nasya mengaduk gelas berisi minuman rasa coklat dengan whipped cream yang memenuhi gelas tinggi yang ada di depannya.

“Gak basic sih, cuman it will be better if you try something new, iya kan?” pertanyaan Ambar langsung dibalas anggukan oleh Nasya, tanda bahawa anak perempuan itu setuju dengan apa yang Ambar katakan.

Obrolan keduanya berlanjut sampai pesanan kedua mereka di tempat makan ini habis tak tersisa, sama seperti pesanan pertama—satu porsi egg benedict, Roasted plum tomato soup dan ice lemon tea— yang berhasil membuat Ambar dan Nasya terkejut dengan rasa makanan yang mereka pesan, “This is the best egg benedict i've ever tried” seru Nasya disuapan pertamanya tadi.

“Kala tuh jadinya berangkat hari apa ke UK?” tanya Ambar.

“3 hari lagi, berarti hari selasa.”

“Kamu sama Lula ikut nganter ke bandara?”

“Maunya gitu, cuman aku belom tanya papi sih, boleh apa engga.”

“Hari sekolah sih ya soalnya— Eh ada telfon tuh!” seru Ambar kelita melihat ada notifikasi panggilan masuk di hp Nasya yang ia taruh di atas meja.

“Aneh deh dari kemarin ada nomer gak jelas gini nelfon aku.” Nasya mengeser logo berwarna merah di layar hp-nya.

“Serem banget, Block aja!”

“Udah, tapi ada nomer lain lagi yang nyoba nelfon.”

“Pernah coba kamu angkat telfonnya?” tanya Ambar.

“Pernah, tapi orangnya ga ngomong apa-apa, diem aja gitu.” Nasya mengangkat kedua bahunya.

“Paling juga orang iseng,” lanjut Nasya.